OPINI: Tragedi Siak dan PT SSL, Ketika Konflik Agraria Meledak Jadi Amarah

OPINI: Tragedi Siak dan PT SSL, Ketika Konflik Agraria Meledak Jadi Amarah
DEDE PRIADI

Ribuan warga Kampung Tumang, Siak, Riau, menyerbu dan membakar barak, perkantoran, serta rumah karyawan PT Sumatera Sarana Lestari (PT SSL) pada 11 Juni 2025. Dalam waktu singkat, suasana mencekam. Tangis karyawan yang kehilangan tempat tinggal bercampur panik; ada yang hanya sempat menyelamatkan diri dengan pakaian di badan. Bahkan, ada yang kehilangan cincin tunangannya. Tragedi ini bukan hanya tentang kerugian materi, melainkan tentang kegagalan sistemik dalam menangani konflik lahan yang sudah berlarut-larut.

Warga tidak bertindak tanpa sebab. Mereka mengklaim bahwa perusahaan telah menggarap lahan yang merupakan hak milik warga, namun selama bertahun-tahun tidak ada kompensasi, kontribusi nyata, atau bentuk penghargaan terhadap hak-hak masyarakat sekitar. Janji demi janji telah diberikan, namun tak satupun yang benar-benar dirasakan. Dalam kondisi seperti ini, rasa frustrasi yang terpendam akhirnya meledak menjadi aksi massa.

Sikap perusahaan yang dinilai abai dan tidak transparan dalam menyelesaikan sengketa lahan hanya memperkeruh situasi. Di sisi lain, pendekatan keamanan semata dari aparat penegak hukum tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalah. Konflik agraria di Indonesia selalu bermula dari ketimpangan penguasaan lahan, lemahnya komunikasi, dan tidak adanya mediasi yang adil antara masyarakat dan korporasi. Siak adalah satu dari banyak titik api di peta konflik lahan negeri ini.

Tragedi ini mestinya menjadi titik balik. Perusahaan harus mulai membangun ulang kepercayaan publik dengan membuka dialog yang jujur dan solutif bersama masyarakat. Sementara itu, negara harus hadir secara aktif dan berpihak pada keadilan, bukan hanya pada stabilitas. Sebab, stabilitas yang dibangun di atas ketidakadilan hanya menunggu waktu untuk runtuh.

Masyarakat bukan musuh. Mereka hanya menuntut hak yang seharusnya tidak perlu diperjuangkan dengan api dan amarah, bila negara dan perusahaan hadir dengan nurani dan keberpihakan. Tragedi PT SSL adalah peringatan keras bahwa konflik agraria bukan lagi isu pinggiran. Ia adalah bom waktu, dan jika terus diabaikan, ledakannya akan semakin besar dan menyakitkan bagi semua.

PENULIS: DEDE PRIADI
Mahasiswa Fakultas Hukum Univ Lancang Kuning

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index