Tuhan, Ego, dan Jamaah: Carl Jung Bertemu KH Ahmad Dahlan & KH Hasyim di Persimpangan Spiritualitas

Tuhan, Ego, dan Jamaah: Carl Jung Bertemu KH Ahmad Dahlan & KH Hasyim di Persimpangan Spiritualitas

~Pada suatu titik dalam perjalanan batin, manusia yang sungguh-sungguh mencari Tuhan akan sampai pada pencerahan kecil: bahwa suara dari dalam dirinya bisa sangat mirip dengan suara Tuhan—atau sangat mirip dengan bisikan egonya sendiri.

Carl Jung menyebut ini sebagai “bahaya shadow”—sisi gelap dalam diri manusia yang sering menyamar sebagai cahaya. Sementara dalam sejarah Islam Indonesia, dua tokoh besar—KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari—menawarkan bentuk kebijaksanaan yang lebih membumi: mereka menerima ilham, tapi menundukkannya pada forum keilmuan, pada struktur kolektif, pada sanad.

1. Kesadaran Bahaya “Pencerahan Individual yang Tidak Terkendali"

Baik KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) maupun KH Hasyim Asy’ari (NU) memahami bahwa kesalehan individual tidak cukup untuk menjaga kebenaran ajaran.
Mereka membangun sistem kolektif (ulama, musyawarah, organisasi) sebagai “penyeimbang ego”, karena mereka tahu:

> “Kesalehan tanpa koreksi bisa melahirkan kesesatan yang dianggap suci.”

#KH Ahmad Dahlan

Beliau banyak menyerap pemikiran pembaru Islam global seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Namun, tidak berhenti pada ilham pribadi. Ia justru: Membentuk Majelis Tarjih, forum ijtihad kolektif. Menyusun sistem pendidikan modern.

Selalu kembali pada Qur’an dan Sunnah dengan metode ilmiah-rasional.
• Artinya: pemurnian agama tidak boleh hanya berdasar inspirasi personal, tapi diverifikasi lewat diskusi dan dalil.

#KH Hasyim Asy’ari:

Ulama tasawuf sekaligus ahli fiqih yang sangat waspada terhadap “kasyf” atau penyingkapan spiritual tanpa kontrol.

Dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, ia menekankan pentingnya: Sanad keilmuan, Adab murid, Itihad kolektif ulama. 

Ia menginisiasi NU sebagai organisasi yang menyeimbangkan tasawuf dan fiqih, antara spiritualitas dan hukum sosial, antara karisma personal dan struktur lembaga.

• Karena beliau tahu: manusia bisa salah tafsir, meski “merasa” mendapat rasa dari Tuhan.

2. Struktur Organisasi = Penjaga dari Manipulasi Shadow

Dalam psikologi Jung dan tasawuf, shadow suka menyamar sebagai cahaya. Ia bisa memanipulasi ego hingga seseorang merasa menjadi Rasul/Nabi baru, Imam Agung atau Sang Pembawa Cahaya.

KH Dahlan dan KH Hasyim tidak ingin organisasi agama dibangun dari “wahyu pribadi” semata, maka mereka mendesain sistem: Tarjih (pengujian hukum), Bahtsul Masail (diskusi hukum dan sosial), Musyawarah mufakat (tanfidz ulama). 

Bukan karena anti-ilham, tetapi karena sadar bahwa: “Ilham tanpa musyawarah bisa jadi jebakan nafsu yang disamarkan.”

3. Sejarah yang Mendukung: Jalan Kolektif Melindungi dari Ilusi

A. Kejatuhan Gerakan Spiritual Individual

Sejarah mencatat banyak "nabi palsu", pemimpin karismatik, atau guru spiritual yang berangkat dari “pencerahan pribadi”—tapi berakhir dengan: Kultus individu, Kekerasan simbolik (atau nyata), Manipulasi kolektif. 

KH Dahlan dan KH Hasyim menyadari ini, dan karena itu: Mereka membangun organisasi sebagai penjernih spiritualitas.

B. Ulama Salaf: Menghindari Ilham Tunggal

Imam Syafi’i berkata: “Pendapatku benar tapi bisa salah, pendapat orang lain salah tapi bisa benar.”

Imam Ghazali, setelah mengalami fana' dan penyucian spiritual, tetap menulis kitab secara sistematis, dengan referensi dan logika yang kokoh.

Pendiri NU dan Muhammadiyah berjalan di garis warisan ini: pencerahan harus disaring, disusun, dan dikoreksi.

4. Penutup: Sujud Bersama di Era Kesendirian

Carl Jung mengajak manusia menyelami kedalaman dirinya, melalui proses individuasi. Tapi ia juga memperingatkan: tanpa koreksi kolektif, kita bisa tertipu oleh bayangan kita sendiri.

KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari memberikan contoh: bagaimana pencerahan bisa dibumikan dalam sistem.
Bahwa ilham perlu ditundukkan, diuji, dan dibagikan. Bahwa ajaran sejati bukan yang terdengar agung, tapi yang terus-menerus diuji dalam musyawarah, sanad, dan tradisi.

> Sebab dalam zaman ketika banyak orang merasa dipanggil oleh langit,
mungkin yang paling penting justru adalah lantai yang kokoh untuk sujud bersama-sama.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index