Perpindahan ASN Pasca Pilkada: Antara Hak Administratif dan Dinamika Politik

Perpindahan ASN Pasca Pilkada: Antara Hak Administratif dan Dinamika Politik
Dr.(Cand). Yudhia Perdana SIkumbang,.SH,.MH

Pasca pemilihan Kepala daerah (pilkada), fenomena perpindahan aparatur sipil Negara (ASN) dari kabupaten.kota ketingakt propinsi sering terjadi, baik factor politik, kebijakan daerah, atau alas an pribadi ASN, dalam perspektif hokum administrasi Negara, perpindahan ASN harus mengikuti ketentuan yang berlaku termasuk memperhatikan moratorium mutasi ASN yang ditetapkan pemerintah pusat.

Pada tanggal 13 Januari 2025 dilansir Media center Riau Pemerintah Provinsi melalui peraturan Gubernur Nomor 3 tahun 2025 membuat aturan seleksi ketat Mutasi ASN ke Pemprov Riau yang mengharuskan PNS melewati proses seleksi ketat sebelum diterima.

"Perubahan ini diharapkan bertujuan untuk memastikan bahwa PNS yang bergabung dengan Pemprov Riau memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan daerah.

Dari tahun ketahun penulis melihat fenomena Perpindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam jumlah besar dan masif setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sering terjadi, dalam Kacamata Hukum Administrasi Fenomena ini akibat  dinamika politik di daerah, dimana ASN yang dianggap tidak sejalan dengan kepala daerah baru, berupaya pindah ke instansi lain, seperti ke pemerintah Provinsi atau kementrian.

Menurut Penulis Perpindahan ASN pasca Pilkada boleh saja dilakukan, akan tetapi harus memenuhi prosedur hukum admnitstrasi dan berdasarkan prinsip sistem merit, sebagaimana diatur didalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN dengan prinsip meristokrasi, apapun aturan yang dibuat di Daerah  tentang manajemen ASN baik pengangkatan dan mutasi wajib harus sejalan dengan kehendak UU Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN Pasal 27 ayat (2) dimana disebutkan “manajemen ASN dilaksanakan berdasarkan sitem merit dengan prinsip meristokrasi dan di Pasal 30 ayat (5) menyebutkan bahwa Pejabat berwenang wajib melaksanakan sistem merit dalam pelaksanaan kewenangannya.” Artinya potensi pejabat berwenang yang melakukan mutasi ASN secara serampangan tidak berdasarkan sistem Merit tidak dibenarkan.

Apakah Perpindahan ASN merupakan Hak Administratif ASN?

Perpindahan atau mutasi bagi ASN  bukan sepenuhnya hak administratif, tetapi lebih kepada Kebijakan manajemen kepegawaian yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu berdasarkan kepentingan organisasi dan sistem merit, dalam Hukum administrasi hak administratif adalah hak yang diberikan kepada seseorang kepada seseorang berdasarkan aturan hokum yang berlaku, namun perpindahan ASN atau mutasi ASN bukan merupakan hak Absolut ASN melainkan fasilitas yang diberikan atau ditolak oleh pejabat Pembina kepegawaian dengan mempertimbangkan kepentingan organisasi tentunya berdasarkan aturan perundang-undangan.

?Jika kita telaah Undang-undang Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN Hak ASN atas mutasi bisa dilihat didalam Pasal 31 dalam huruf e dan f yaitu Pengembangan diri (pengembangan talenta dan karier; dan/atau pengembangan kompetensi); dan, dan di Pasal 46 Pasal 46 jelas dinyatakan Hak ASN dan Mutasi diatur dengan pertimbangan sebagai berikut : 

(1) Pengembangan talenta dan karier dilakukan dengan mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.

(2) Pengembangan talenta dan karier dilaksanakan melalui mobilitas talenta.

(3) Mobilitas talenta dilakukan: a. dalam 1 (satu) Instansi Pemerintah; b. antar-lnstansi Pemerintah; atau c. ke luar Instansi Pemerintah.

(4) Mobilitas talenta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit melalui manajemen talenta.

 

jadi hak ASN atas mutasi bukanlah hak secara mutlak melainkan hanya hak mengajukan mutasi sedangkan apabila ASN dimutasi akan tetapi bukan berdasarkan pengajuan dari ASN tersebut melainkan dari kebutuhan organisasi maka sah-saja sepanjang hal tersebut diselenggarakan berdasarkan sistem merit dengan prinsip meristokrasi sebagaimana penjelasan pasal 26 ayat (2) huruf d yaitu prinsip meristokrasi adalah “prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.”

 

Perpindahan ASN atau disebut mobilitas talenta sebagaimana di Undang-undang Nomor 20 tahun 2023 harus berbasis kepada kebutuhan organisasi bukan karena alasan politik atau kepentingan pribadi, dilain sisi jika terbukti perpindahan ASN karenaa tekanan politik atau kepentingan kepala daerah baru, maka hal tersebut bias dikategorikan sebagai maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur didalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang adminitstrasi pemerintahan, karena hak ASN yang merasa dirugikan atas penyalahgunaan wewenang semisal di mutasi dengan tidak berdasarkan sistem merit maka dapat mengajukan upaya administrative sebelum melakukan Gugatan ke PTUN karena tidak berdasarkan Asas Umum Pemerintahan  yang Baik (AUPB). Atau bertentangan dengan aturan Perundang-undangan keputusan pejabat berwenang tersebut.

 

Dinamika Politik pasca pilkada berimbas kepada ASN?

 

Jika ASN merasa dimutasi atau di demosi dan atau pemberhentian tanpa dasar sistem merit ASN tersebut dapat mengjukan Gugatan ke Pengadilan tata Usaha Negara (PTUN).

Jika kita kembali kepada Teori kewenangan kita mengenal yaitu ada  3 yang diketahui yaitu : atributif, mandat dan delegasi, menelaah lebih jauh Undang-undang Nomor 20 tahun 2025 tentang ASN sendiri kehendak si pembuat undang-undang dalam hal ini khusus didalam aturan Pasal Pasal 30 ayat (5) menyebutkan bahwa Pejabat berwenang wajib melaksanakan sistem merit dalam pelaksanaan kewenangannya.” Artinya apabila ada pejabat berwenang yang melakukan mutasi ASN ataupun Demosikepada ASN secara serampangan tidak berdasarkan sistem Merit akan berpotensi melahirkan sengketa kepegawaian karena di pasal ini disebutkan bahwa teori kewenangan dalam pasal ini  adalah jelas kewenangan Delegasi dimana si pemberi wenang kepada bawahannya dan tanggung jawab berpindah kebawahan yang menerima delegasi sebagai mana dinyatakan dalam Pasal 30 ayat (1) disebutkan “Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretaris jenderal/ sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural, sekretaris daerah provinsi dan kabupaten/kota.”

Dan jelas  dinyatakan pada ayat lain  Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud yang mana sudah diberikan kewenangan “Delegasi” dalam menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah harus berdasarkan Sistem Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing dan Pejabat yang Berwenang tersebut memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing untuk dapat mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN Pejabat yang Berwenang tersebut wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya. Artinya tidak boleh keluar dari konteks sistem merit. Karena tanggung jawab atas keputusan dan kebijakan beralih kepada Pejabat yang diberi delegasi. Delegasi sendiri harus berjalan efektif dengan Prinsip legalitas sesuai Peraturan perundang undangan yang berlaku dan sudah tentu Tidak boleh melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik (AUPB) apabila hal tersebut dilanggar dan dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan dan hal itu dapat dibuktikan baik secara materil dan formil sangat mudah membawa hal tersebut kepada upaya keberatan administrative dan dapat berujung kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Oleh : Dr.(Cand). Yudhia Perdana SIkumbang,.SH,.MH

Praktisi Hukum & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Jambi

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index